Kamis, 02 Agustus 2007

Potret Batavia Tempo Doeloe



Barangkali banyak orang belum mengetahui bahwa Museum Sejarah Jakarta memiliki daya tarik tersendiri. Sebagai salah satu gedung tua di Ibukota Jakarta, museum ini terletak di lokasi yang cukup strategis di antara tiga jalan raya. Museum ini tepat menghadap hamparan plaza di Jalan Taman Fatahillah, di sayap kanan dibatasi Jalan Pos Kota berseberangan dengan Museum Seni Rupa dan Keramik, dan di sayap kiri terletak Jalan Pintu Besar Utara, Jakarta Barat berseberangan dengan Museum Wayang. Bagi wisatawan yang ingin mengunjungi kawasan ini bisa memanfaatkan tiga kunjungan sekaligus, Museum Sejarah, Museum Seni Rupa dan Keramik serta Museum Wayang.



Namun untuk bisa berfoto dengan latar belakang gedung-gedung berarsitektur kuno, Museum Sejarah Jakarta adalah tempat kunjungan yang paling pas. Sekelompok fotografer profesional terlihat tengah mengabadikan dua gadis model di dalam ruang museum, Minggu, 2 Juli 2006 lalu.



"Memanfaatkan fasilitas museum seperti syuting iklan dan berfoto harus membayar restribusi sesuai Peraturan Daerah (Perda). Ada pasangan pengantin usai pemberkatan atau akad nikah berfoto di sini. Alasannya, selain sebagai trend, arsitektur gedung ini cukup bagus dan langka. Juga ada nuansa mistisnya kalau berfoto di gedung tua supaya jodohnya awet," ujar Kepala Museum Sejarah Marulak Ralin Manik, baru-baru ini.



Yang jelas, tidak hanya pasangan pengantin sering berfoto di areal gedung museum. Banyak di antara anak-anak sekolah juga sering memanfaatkan kawasan ini untuk sekedar berfoto bersama dalam acara reuni atau perpisahan.



Gedung bertingkat dua bergaya arsitektur bangunan Balai Kota Amsterdam, Negeri Belanda ini tampil kokoh, anggun dan artistik. Ada empat buah jendela menyembul ke luar di atap genteng. Di tengah puncak atap menjulang menara berbentuk bundar dan berjendela dengan bentuk atap berupa kubah. Uniknya lagi, di bagian puncak menara terpasang penunjuk arah angin.



Awalnya sebelum dijadikan museum, gedung ini berfungsi sebagai Balai Kota (Stadhuis), kantor Penasehat Gubernur Jendral (Raad van Indie), dan Ruang Pengadilan (Raad van Justitie) dengan fasilitas terdapat penjara bawah tanah dengan ruangan di bawah gedung yang terkesan tidak manusiawi. Pahlawan nasional Pangeran Diponegoro pernah menghuni penjara maut itu sebelum dibuang ke Sulawesi.



Bangunan ini telah mengalami tiga kali pembongkaran sejak 1620. Pada prasasti cukilan kayu di dinding tertulis, "Gedung ini mulai dibangun sesudah gedung yang lama dibongkar." Peletakan batu pertama pembangunan gedung ini dilakukan tanggal 25 Januari 1707 semasa pemerintahan Van Hoorn. Kemudian pelaksanaan pembangunan diteruskan di bawah pemerintahan Gubernur Jendral Abraham van Riebeeck hingga diresmikan tahun 1710.
Sebelum dijadikan museum, gedung ini berfungsi sebagai asrama tentara. Namun kemudian dipugar dan diresmikan sebagai Museum Sejarah Jakarta pada 30 Maret 1974 oleh Gubernur DKI waktu itu Ali Sadikin. Konon, gedung ini pernah dijadikan kantor pemerintahan daerah Jawa Barat sebelum dipindahkan ke Gedung Sate di Bandung.



Misteri Si Jagur



Bangunan di atas lahan seluas 13.388 m2, bertingkat dua dan terbesar di antara museum Pemda DKI itu memiliki sekitar 25.000 koleksi peninggalan zaman prasejarah, masa penjajahan Inggris dan masa kolonial Belanda serta masa sekarang.



Ada koleksi master piece, seperti meriam Si Jagur. Bagian ujung atas meriam ini terukir tangan kanan mengepal dengan ibu jari tersembunyi di antara telunjuk dan jari tengah. "Orang kita bilang porno. Tetapi bagi warga Eropa, kepalan tangan itu melambangkan kekuatan atau untuk mengungkapkan istilah 'jitu'," papar Manik.



Selama ini Si Jagur dianggap mistis dan dikeramatkan sebagai dewa kesuburan yang bisa membuat wanita hamil. Belum lama ini, ada seorang guru wanita ingin hamil dengan merapatkan perutnya pada si Jagur. "Dia berjanji jika hamil akan kembali lagi. Sebelumnya sudah ada wanita melakukan hal yang sama. Sebagai ucapan syukur atas kehamilannya, ia membawa seekor kambing" ujar MM Manik pula.



Di zaman sebelum kemerdekaan, keberadaan Si Jagur merupakan kaul bagi orang sakit. Konon, banyak orang dari kampung melaksanakan kaulnya ke sana setelah sembuh dari berbagai penyakit.



Sayangnya, Si Jagur yang tegar itu bertopang di kayu rapuh dan kini terus dimakan rayap. Padahal berat meriam ini mencapai sekitar 3,5 ton. Kalau kondisi demikian terus dibiarkan, dikhawatirkan - kalau ada pengunjung yang iseng naik ke tubuh Si Jagur -, dudukan kayu bercat merah itu bisa anjlok.



Koleksi master piece lainnya adalah Patung Hermes yang terpampang di halaman belakang museum. Patung Hermes selama ini dianggap sebagai dewa keberuntungan bisnis. Patung ini merupakan patung pindahan dari persimpangan Harmoni, Jakarta Pusat, yang kemudian diganti dengan replika berukuran lebih kecil. Sewaktu di Harmoni, patung yang dianggap sebagai pelindung pejalan kaki ini pernah hilang dan rusak, namun akhirnya ditemukan oleh Dinas Pertamanan DKI. Setelah diperbaiki patung - dengan posisi sedang belari dan bertumpu pada satu kaki bersayap itu - ditempatkan di Museum Sejarah.



Museum Sejarah juga memiliki koleksi menarik berupa replika prasasti Tugu, Ciareuteum, Kebon Kopi, Cianten dan Padrao. Tak ketinggalan, mebel kayu jati dan kayu eboni sejak zaman kolonial abad 17 hingga 19 juga tersimpan di museum ini. Kemudian terdapat pula tempat tidur, ranjang bayi yang bisa diayun, lemari arsip berukuran raksasa, lemari baju, lemari piring, sketsel, meja oval bergaya Reinaisance, kursi bergaya Raflles, meja bulat, meja sudut, meja makan, meja mamer bergaya Louis XIV, meja karambol, serta kursi panjang dari rotan dan kayu jati. Semua peninggalan zaman kolonial ini, kini tetap terpelihara. Selain kokoh dan anggun, bentuknya rata-rata cukup artistik dengan pengerjaan teknik secara halus dan cermat.
Koleksi lain dalam museum ini berupa guci, botol-botol kaca, keramik asal China, tembikar, senjata, benda budaya Betawi, miniatur gereja lama yang dulu dibangun di lahan Museum Wayang, gerobak bakso, becak, dan aneka alat transportasi Jakarta dalam bentuk miniatur perahu sungai, andong, dan becak.



Lukisan Dinding



Potret kehidupan Jakarta periode 1880-1920 terpampang dalam lukisan di dinding tembok karya seniman Haryadi (Alm). Lukisan yang dikerjakan sekitar 1974 itu baru sepertiga tersentuh sapuan cat minyak, sedangkan sisanya dalam bentuk sketsa. Karya seni lukis ini memenuhi tiga sisi dinding ruang etnografi berukuran lebar 2 x 8 meter dan 12 meter dengan tinggi sekitar 6 meter. "Perlu ditelusuri kenapa lukisan itu tidak selesai. Padahal senimannya meninggal tahun 1997," kata Manik.



Yang lebih penting, lanjutnya, penyelamatan lukisan perlu dilakukan agar tidak luntur atau rusak oleh resapan dinding tembok. Untuk itulah lukisan itu perlu direstorasi, dikonservasi dan disimpan dalam mikro film. Demikian juga lukisan cat minyak di atas kanvas bertemakan penyerangan Sultan Agung di Batavia berukuran sekitar 12x4 meter karya S Sudjojono (Alm) perlu diselamatkan.



Masih ada lagi benda-benda arkhelogi zaman prasejarah Jakarta yang ditemukan Dinas Museum dan Sejarah DKI (sekarang Dinas Kebudayaan dan Permuseuman DKI) sekitar tahun 1970-1990-an. Sebenarnya benda prasejarah itu ada di 80 titik lokasi daerah aliran sungai di Jakarta dan sekitarnya. Namun baru ditemukan 39 situs prasejarah sesuai hasil survei dan ekskavasi Dinas Kebudayaan dan Permuseuman DKI. Penelitian situs prasejarah itu, antara lain dilakukan di Serpong, Parung, Condet, Lenteng Agung, dan Kebatenan. Benda itu berupa tembikar dalam bentuk periuk, tempayan, piring, dan kendi. Temuan itu digelar dalam pameran Hasil Penggalian Arkeologi Zaman Prasejarah di Jakarta, 30 Juni - Juli 2006.



Di halaman belakang gedung museum yang asri terdapat sumur tua berdiameter sekitar 1,5 meter dan masih berfungsi. Air dalam sumur itu tawar dan tidak pernah kering.



Pengunjung Museum Sejarah Jakarta, kini rata-rata 200 orang per hari. Di antara adalah wisatawan asing. Belum lama ini, museum ini kedatangan tamu rombongan Menteri Pertahanan Polandia dan Menteri Kebudayaan Belanda.



Di perpustakaan tersimpan koleksi buku-buku kuno. Di antaranya ada yang berusia lebih dari 100 tahun. Dari 12.000 koleksi buku, separuhnya berbahasa Belanda, seperti 6 jilid buku Valentine Menggores Cacatan Peristiwa di Batavia cetakan abad 17 hingga 19. Selain itu terdapat pula koleksi foto-foto Jakarta tempo doeloe.



Dari koleksi yang cukup beragam, bernilai tinggi dan langka, Museum Sejarah Jakarta termasuk salah satu aset sejarah Ibukota. Demikian juga bangunan gedung yang kokoh, tidak lekang oleh panas dan tidak lapuk oleh hujan, perlu terus diupayakan pemeliharaannya dan perlu terus dijaga pelestariannya.



Sebagai etalase perjalanan sejarah Kota Batavia (Jakarta) sejak zaman prasejarah, masa penjajahan hingga sekarang, baik dalam bidang seni budaya maupun kehidupan sosial dan politik, keberadaan museum ini amat penting. Museum Sejarah Jakarta adalah potret Kota Batavia atau Jakarta tempo doeloe. Museum ini merupakan salah satu obyek wisata sejarah yang menarik dan mengangumkan.

Tidak ada komentar: